Thursday, July 21, 2011

ITE Laws

I currently wonder to the country where I lived in. Where the democracy is being raised, and being said as the fundamental principle of the nation. People's freedom is highly-appreciated in Indonesia. That's all what the government and the parliament members boasting along. But in fact, all that they've been saying was LIE.

Hmmm, ya bener. Kebohongan. Di Indonesia yang katanya adalah negara hukum yang berdasarkan pada demokrasi Pancasila, sekarang harus dialihkan menjadi negara yang terbatasi hak warganegaranya untuk berpendapat. Hanya gara-gara Undang-undang ITE. The new ghost that apparently released by the Minister of Information and Communication.

Dulu, aku rajin banget nge-blog dan posting ke bulletin board friendster atau twitter. Sekarang, gara-gara kasus Prita Mulyasari yang mencuat ke permukaan, aku jadi ngga berani menuliskan pendapat dan pemikiranku di internet. Kalau aku pikir-pikir, this is a cyber world. So infinite, yet traceable. Emang bener ini adalah dunia maya yang luasnya ngga terdefinisi, tapi kalau kebijakan pemerintah emang bener-bener seketat itu, pastilah kita mau speak up juga terdeteksi. 


Dulu, aku seneng banget ngikutin current issues di negara aku ini. Aku suka baca dan cari-cari informasi detail tentang kejadian di sekitarku. Tapi sekarang apa? Hmmmhh....paling-paling cuma mantengin televisi dan melototin koran. Cuma sekedar membaca dan ya udah gitu aja, sekedar tahu dan seperti orang pada umumnya. Berpura-pura bersikap masa bodoh padahal dalam hati dan pikiran menolak setengah mampus.


Aku masih bisa ingat, isu terakhir yang aku komentari adalah tentang berita eksekusi trio bom Bali. Imam Samudra, Mukhlas, dan Amrozi. Parah emang, segimana lamanya aku cuek dan ngga bisa ngeluarin isi pemikiran padahal udah segitu penuhnya.




Aku cuma pengen bapak menteri tahu, bahwa kita hidup di negara merdeka dimana kita boleh mengungkapkan apapun secara bebas terbuka sebagai hak kita. Hak yang dibatasi oleh hak-hak orang lain. Dimana kita harus menghormati wilayah pribadi orang lain dengan cara menggunakan etika-etika yang sesuai dengan hati nurani (itu pun kalau masih punya nurani...) Dan aku merasa beliau mengalami phobia akut sama yang namanya people power. Kita sebagai netizens juga paham kok tata cara berinternet yang bener. (Kecuali para alayers dan ababil yang kenalnya baru sebatas jejaring sosial buat numpang ngeksis, majang foto narsis, dan cari gebetan.) Kita juga ngga pengen privacy kita terganggu, maka itu kita pasti juga sebisa mungkin menghindari untuk mengusik privacy orang lain. Semakin kita dianggap bodoh dan dinafikkan dengan memasang pagar berduri yang bernama "UNDANG-UNDANG", masyarakat juga nggak selamanya duduk diam seperti kerbau yang dicocok hidungnya.




People power akan terjadi dimana hak-hak rakyat dirugikan sampai dengan batas tertentu sehingga mengakibatkan rakyat merasa resah dan pada akhirnya marah. Puncak kemarahan itu tidak ada yang bisa tahu kapan, dimana, dan apa pemicunya. Tiba-tiba meledak saja. People power to destruct something is just alike with time bomb. Tinggal tunggu waktu saja, bapak Menteri.




Sekarang saja, di Twitter sudah heboh menghujat Anda, perilaku Anda, dan kebijakan Anda yang dinilai sangat memuakkan. Anda berkoar-koar di Twitter menjadi raja pantun yang ramah, bermoral dan taqwa pada Allah. Tapi, apa Anda tidak pernah memikirkan bahwa banyak orang yang telah menilai ketidaklayakan Anda di bidang ini?




Janganlah Anda memandang Indonesia sama dengan negaranya Ben Ali, Hosni Mubarak, ataupun Abdullah Badawi.
Ketakutan Anda pada kebebasan berpendapat sudah sampai pada stadium 4
Entahlah, mungkin netizens Indonesia harus lebih bersabar hingga 2014 selesai dan Anda tidak lagi berada pada posisi yang memungkinkan Anda bertindak sesuai prinsip sendiri dan tidah berpihak pada prinsip Demokrasi Pancasila yang dianut oleh Indonesia.




Kalau sudah begini, let's vote @radityadika for Minister of Information and Communication!!! :)