Wednesday, June 29, 2011

Saatnya Saya Menyerah

Ya, bener. Aku ngga salah ketik. Bagaimanapun manusia itu akhirnya harus menyerah kan? Entah itu pada keinginannya sendiri, pada keputusasaannya, pada rasa sakitnya, pada maut dan pada takdir Tuhan. Semuanya toh harus berakhir. Dan kalaupun diakhiri, entah oleh apa dan siapa, harusnya ngga boleh terlalu lama tenggelam atau larut dalam rasa kesal, marah dan sedih. Hahaha...ngomong emang gampang ya? Hmmh..ya memang sebenarnya harus begitu. Tapi sayang sekali, yang namanya hati itu ngga bisa diakali, direkayasa, manipulasi, atau spekulasi. (weleh...) Ngga semudah itu melepaskan perasaan tidak menyenangkan.


Menyerah itu adalah salah satu kejadian tak menyenangkan yang pernah terjadi dalam hidup manusia. Ngga ada satupun yang ingin menyerah, ngga ada satu pun yang ingin kalah, atau dikalahkan. Tapi ini hidup, kawan. Hidup yang selalu memiliki dualisme, ada senang dan sedih, ada tawa dan airmata, ada menang ya sudah tentu ada kalah. Kalau menyerah itu, yah bisa dikategorikan sebagai kekalahan. Sisi yang tidak menyenangkan dari kemenangan. So, we're all MUST take it.


 Lagipula, menyerah tidak selalu berarti KALAH. Menyerah sering kali berarti seseorang cukup mempunyai kekuatan dan kesadaran diri, kalau ngga seharusnya kita tetap bertahan dan memaksakan keadaan saat semuanya memang ngga bisa lagi dipertahankan.


 Hancur itu pasti, tapi yang jadi pertanyaan adalah...


 Mampukah bangkit dan menata dari awal lagi? :)


 Tetap semangat!!!!

Thursday, June 23, 2011

Negeri Seribu Petaka

Ini cerita tentang suatu negeri yang dahulu kaya. Sampai sekarang masih kaya raya, banyak kekayaan melimpah ruah tumpah meluap entah kemana rimbanya. Negeri yang rakyatnya murah senyum, pantang menyerah, jujur, suka berderma dan tak suka berkeluh kesah.


Negeri yang sekarang dipenuhi oleh tikus, lintah, kecoa, dan berbagai macam hama. Hama yang muncul dari segala penjuru mata angin. Hama yang menyerang tanpa ampun. Mengikis segala kekuatan dan menggerogoti ketangguhan yang dibangun oleh para pendirinya. Hanya karena silau oleh harta. Yang harus mereka raih dengan segala cara.


 Kejujuran yang dibanggakan adalah hal langka, peribahasa yang mengatakan "Siapa yang JUJUR akan jadi MAKMUR"  dan "KEJUJURAN adalah mata uang yang berlaku dimana-mana", sudah tidak berlaku lagi. Karena tampaknya menjadi jujur bisa berakibat fatal. Sekarang yang ada "Siapa yang JUJUR pasti akan HANCUR". Tidak mengherankan kalau sekarang dari rakyat biasa sampai sang pemegang kuasa, berlomba adu cepat untuk melakukan kedustaan, pembohongan. Supaya lebih cepat MAKMUR.


 Murah senyum masih menjadi budaya. Tapi bukan senyum yang tulus. Senyum yang mengandung maksud terselubung. Senyum kepalsuan, licik, cuma dipakai untuk menghias bibir dan memuluskan kalimat muslihat. Para pejabat sekarang lebih pantang menyerah, untuk mengeruk harta sebanyak2nya. Walaupun harus menyosor hak rakyat yang terlanjur percaya pada mereka. Mereka yang sibuk melakukan perampasan, masih ongkang2 kaki dan masa bodoh dengan fakta bahawa rakyat sudah makin pandai.


 Rakyat yang sudah paham bahwa pemimpin dan wakil2nya busuk hanya bisa menghujat dan pasrah pada kehendak Tuhan sambil mendoakan kira2 ganjaran apa yang bisa memusnahkan kebejatan moral yang mulai menular ke generasi baru. Generasi yang belum paham tentang konspirasi, dan lebih sibuk mengurusi jadwal acara musik di televisi. Bersahabat dengan tembang kaleng rombeng dan berjingkrak2 mandi keringat di tengah hari. Apa peduliku dengan negeri ini? Yang penting happy!!!


 Rakyat tak lagi suka berderma karena sudah trauma. Semua amalan kadang ludes tak bersisa dimakan tikus2 berseragam rapi. Tikus2 yang semula mereka percayakan untuk menjadi mitra dan teman untuk membagi, diam2 memakan habis tak bersisa. Rakyat marah, dan tidur dalam harap. Semoga negeri ini musnah. Atau dalam tidur, mereka berpindah ke negara jujur yang bermasa depan cerah.

That Should Be Me

Menatap langit senja yang berwarna jingga cerah,
Merasakan angin yang membawakan aromamu ke indera pembauku
Memaksaku untuk tersadar bahwa semua tak lagi sama

 Seharusnya aku yang menjadi pendampingmu
 Mendengarkan semua keluh kesah dan menyambut sukacitamu
 Menemani kamu hingga tua


Tapi aku bukan manusia egois, sayang.
Aku mengerti kalau jalan hidup harus menuntut beda
Aku selalu percaya, cinta ada untuk kita selamanya